Selik Baba memimpin latihan peribadatan Sufi di Masjid Al-Farah Manhattan pada suatu malam. Tetapi sebelumnya dia memberikan ceramah pada dua puluh empat orang Sufi yang hadir. Suasananya seperti orang mendongeng. Mereka duduk sambil menghirup teh, makan anggur, biskuit dan keju, dan kadang-kadang terdengar suara tangis bayi. Semuanya tampak bahagia.Selik, tampak kumal, dan merokok tanpa henti. Dia duduk di sebuah sofa di samping seorang hafiz, seorang qari' yang menghafal 6666ayat-ayat Al-Quran.
Selik memulai dengan menceritakan :
Selik memulai dengan menceritakan :
Ketika saya bertemu dengan istri saya, dia bukan seorang Muslim, dia Yahudi, dan saya tak pernah sekalipun berkata padanya, "Engkau harus masuk Islam." Saya tak pernah mengajarkan apa pun tentang Islam kepadanya, kecuali jika dia bertanya. Ketika dia akhirnya memeluk Islam pada suatu malam. Lalu dia mulai melakukan shalat sesekali.
Pada suatu hari dia shalat dan hari lain tidak. Saya memberitahunya waktu-waktu shalat. Saya memberitahukan nama-namanya. Apapun yang dia tanyakan. Jika engkau ingin shalat, shalatlah. Itu antara engkau dan Allah. Tetapi secara perlahan-lahan, setiap pagi dia bangun dan melakukan shalat. Tiba-tiba dia semakin sering shalat. Anda lihat, Allah membimbingnya kepada shalatnya dengan segera. Saya selalu bahagia bila menyaksikan dia shalat, tetapi saya tidak akan terlalu memujinya dan membuat dia merasa rikuh. [Mengetuk-ketukkan jari di atas meja]. Saya terbiasa mengetuk-ketuk di atas kayu sebab itu merupakan tradisi orang Yahudi. Mungkin sama dengan tradisi orang Islam menyebut Alhamdulillah.
Pada suatu hari dia shalat dan hari lain tidak. Saya memberitahunya waktu-waktu shalat. Saya memberitahukan nama-namanya. Apapun yang dia tanyakan. Jika engkau ingin shalat, shalatlah. Itu antara engkau dan Allah. Tetapi secara perlahan-lahan, setiap pagi dia bangun dan melakukan shalat. Tiba-tiba dia semakin sering shalat. Anda lihat, Allah membimbingnya kepada shalatnya dengan segera. Saya selalu bahagia bila menyaksikan dia shalat, tetapi saya tidak akan terlalu memujinya dan membuat dia merasa rikuh. [Mengetuk-ketukkan jari di atas meja]. Saya terbiasa mengetuk-ketuk di atas kayu sebab itu merupakan tradisi orang Yahudi. Mungkin sama dengan tradisi orang Islam menyebut Alhamdulillah.
(American Jihad, Islam After Malcolm XTerbitan Bantam Doubleday, Dell Publishing Group, Inc., New York 1993)