Nabi-lah sebagai utusan Tuhan, yang secara logis paling paham akan apa yang dipesankan Tuhan
Sirah Nabawiyah adalah rekaman seluruh mata rantai perjalanan Nabi besar Muhammad Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam dari kecil, remaja, dewasa, pernikahan, menjadi Nabi, perjuangannya yang heroik dan tantangan-tantangan besar yang dilaluinya, hingga wafatnya.
Sunnah lebih luas daripada hadits, termasuk yang sahih. Berarti, sunnah tidak terbatas hanya pada hadits. Sekalipun pengertian ini cukup jelas, namun masih juga sering mengundang kekaburan. Memang, antara sunnah dan hadits terbentang garis kontinuitas yang tidak terputus, namun mencampuradukkan antara keduanya adalah sumber kerancuan.
Jika disebutkan oleh Nabi bahwa sunnah merupakan pedoman kedua setelah Kitab Suci bagi kaum muslim dalam memahami agama, maka sesungguhnya Nabi hanya menyatakan sesuatu yang amat logis. Yaitu, dalam memahami agama dan melaksanakannya, orang Islam tentu pertama-tama harus melihat apa yang ada dalam Kitab Suci, kemudian, kedua, harus mencari contoh bagaimana Nabi sendiri memahami dan melaksanakannya. Sebab, Nabi-lah sebagai utusan Tuhan, yang secara logis paling paham akan apa yang dipesankan Tuhan pada manusia melalui beliau, juga yang paling tahu bagaimana melaksanakannya. Pengertian lain yang menyalahi hal itu mustahil dapat diterima. Pemahaman Nabi terhadap pesan atau wahyu Allah itu teladan beliau dalam melaksanakannya membentuk "tradisi" atau "sunnah" kenabian (al-sunnah al-Nabawiyyah).
Sedangkan hadits merupakan bentuk reportase atau penuturan tentang apa yang disebabkan Nabi atau yang dijalankan dalam praktek tindakan orang lain yang "didiamkan" beliau (yang dapat dapat diartikan sebagai "pembenaran"). Itulah makna asal kata hadits, yang sekarang ini definisinya makin luas batasannya dan komprehensif. Namun demikian, tidak berarti bahwa hadits dengan sendirinya mencakup seluruh sunnah. Jika sunnahmerupakan keseluruhan perilaku Nabi, maka kita dapat mengetahui dari sumber-sumber yang selama ini tidak dimasukkan sebagai hadits, seperti kitab-kitab sirah atau biografi Nabi. Sebab, dalam lingkup sunnah sebagai keseluruhan tingkah laku Nabi, harus dimasukkan pula corak dan ragam tindakan beliau, baik sebagai pribadi maupun pemimpin. Dalam kedudukan beliau sebagai pemimpin itulah Kitab-kitab sirah banyak memberi gambaran. Di antara kitab-kitab sirah, termasuk yang sangat dini ditulis ialah Sirah Ibn Ishaq yang kemudian disunting oleh Ibn Hisyam (berturut-turut wafat pada tahun 151 dan 219 Hijri). Meskipun wafat di Baghdad, Ibn Ishaq lahir di Madinah (pada tahun 85 H), dan tumbuh sebagai ilmuwan terkemuka di kota Nabi. Dan ia telah mengumpulkan bahan untuk kitab sirah-nya beberapa lama sebelum usaha-usaha pengumpulkan hadits.
Membaca Sirah Nabawiyah, bagaikan menelusuri tapak-tapak kehidupan Sang Rasul secara detail dan rinci. Membaca sirah Nabi, laksana mengurai perjalanan hidup Sang Nabi yang penuh warna. Perjalanan hidup yang kaya nuansa. Perjalanan hidup yang penuh cita rasa. Dan yang menjadi keunggulan Sirah Nabawiyah ini adalah ia merekam betul bagaimana prosesi ayat-ayat Al-Qur’an yang turun kepada Nabi sehingga kita bias mengetahui konteks ayat-ayat tersebut.
Sirah Nabawiyah atau yang lebih dikenal dengan “Sirah Ibnu Ishaq”